MUSI RAWAS, MSN – Penggunaan Sales dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), besar akibatnya bukan hanya oknum sales Pilkada itu sendiri, namun juga bisa jadi ancaman bagi Paslon yang menggunakan jasa Sales Pilkada tersebut.
“Oknum sales Pilkada dapat ditindak pidana hukum jika melakukan pelanggaran pasal 187A Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota”, kata DR. Rudyanti Dorotea Tobing, SH., M.Hum selaku narasumber Webinar Nasional Pilkada Berintegritas, Kamis (22/10/2020) bersama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Penjelasan DR. Rudyanti Dorotea Tobing, SH., M.Hum tersebut merupakan jawaban dari salah satu pertanyaan Cabup Mura Nomor urut 2, H. Hendra Gunawan dalam acara penting tersebut. Dimana dalam Webinar Nasional Pilkada Berintegritas yang diikuti Paslon Kepala Daerah dan Penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) dari Provinsi Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan dan Banten itu, Cabup H Hendra Gunawan mengajukan dua pertanyaan kepada pimpinan KPK RI.
Adapun dua pertanyaan yang ditujukan kepada Alexander Marwata yang merupakan pimpinan KPK RI dan narasumber dalam Webinar tersebut pertama, “Apakah penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu dan juga masyarakat selaku pemilih turut diawasi oleh KPK ?
Sementara yang kedua, “Bagaimana tanggapan terkait Sales Pilkada yang diduga melakukan pelanggaran terindikasi “Money Politik” dan tidak mengikuti aturan dan zona wilayah yang ditetapkan oleh KPU? Yang tentunya ini dapat merusak komitmen Pilkada berintegritas.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Alexander Marwata memberikan apresiasi. Dirinya sangat setuju bahwasanya tak hanya pasangan calon saja yang dituntut memiliki integritas, namun penyelenggara pemilu juga harus mempunyai integritas.
“Begitu juga dengan konsituennya (pemilih, red). Tentu hal tersebut juga masuk dalam pengawasan dari KPK. Pengawasan KPK kita menggunakan mata dan telinga masyarakat, menindaklanjuti atas laporan-laporan yang diterima,” papar Alexander Marwata.
Kemudian secara rinci DR. Rudyanti Dorotea Tobing, yang juga merupakan Komisioner Bawaslu Provinsi Kalimantan tengah (Kalteng) mengungkapkan, sesuai dengan pasal 187A Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, dimana pada ayat satu bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Lalu, sambungnya pada ayat dua menyatakan bahwa pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Webinar Nasional Pilkada Berintegritas sendiri ditutup dengan penandatanganan Fakta Integritas Calon Kepala Daerah. Cabup dan Cawabup H. Hendra Gunawan dan H. Mulyana langsung membubuhkan tandatangan dalam Fakta Integritas tersebut.
Secara rinci ada Sembilan point dalam Fakta Integritas yang ditandatangani tersebut. Diantaranya, Calon Kepala Daerah tidak melakukan tindak pidana korupsi, tidak melakukan politik uang dalam Pilkada, mendukung upaya Pendidikan Antikorupsi, Penindakan dan Pencegahan Korupsi. Kemudian patuh melaporkan LHKPN dan menolak Gratifikasi, membuat visi, misi program mencerminkan semangat antikorupsi, peduli kepada pemilih, merakyat dan berpihak pada keadilan.
Selanjutnya menghindari konflik kepentingan seperti kolusi dan nepotisme, bergaya hidup sederhana, melayani dan selesai dengan dirinya serta berani dan bertanggung jawab dalam setiap keputusan demi tegaknya integritas. (Meychel/Rls)